F Bukan Dingin yang Membunuh ku! - LIVE WELL

Bukan Dingin yang Membunuh ku!

Rintikan hujan yang membanjiri pelataran rumahku seakan membawa ku ke masa lalu. Masa dimana kau rengkuh tubuh ringkih ku, aku kedinginan waktu itu. Kau berikan sejuta kehangatan dari lenganmu, kau beri aku bantalan datar dada bidangmu. Berkali-kali kau meninabobokkan aku dengan mengucap "aku sayang kamu" berulang dan terus berulang hingga aku tertidur. Masa dimana aku bisa merasakan kehangatan tiada tara saat hujan ya, saat itu. Sungguh indah masa laluku! Ku seruput teh pahitku, tanpa gula. Seperti hidupku mungkin, hambar tanpa cinta (lagi)

***

Sore yang dingin, sedingin ekspresi Lala senja ini. Dia melamun lagi, di teras rumah tanpa mengenakan jaket biru kesayangannya pemberian mas Darwin. Mantannya. Bisa ku reka, Lala tidak butuh kehangatan lagi sekarang. Seakan dia sudah kebal akan alergi dinginnya, seakan dia kebal akan cipratan rintik hujan yang menyayat luka, seakan dia kebal akan kesendirian. Mungkin dia masih ingin bercumbu lebih lama lagi dengan  kesendiriannya, tidak butuh siapa-siapa. Tak terkecuali mas Darwin, mantannya.

***

Sedari tadi dia selalu mengusikku. Memang dia pikir siapa dia? Dengan seronohnya mengganggu kesendirianku, aku tak butuh teman, aku tak butuh belaian! sudah cukup aku dijajah dengan keterikatan, ketergantungan akan kasih sayang. Hatiku mati rasa, akan takut, akan kekhawatiran. Aku bukan yang dulu lagi, semenjak sepeninggal Darwin. Semua menganggap aku kesepian, mereka menganggap aku menyesali kepergian Darwin. Ah, mulut macam apa! justru aku sangat berterima-kasih terhadap Darwin, berkatnya sekarang aku berubah. Aku sadar dulu aku orang yang tidak konsisten akan sikap. Aku terlalu manja, terlalu ramah, aku benci segala tetek bengek tentang kebaikan! Kebaikan seakan mengingatkan ku dengan sosok menyebalkan itu.

***

Berkali-kali aku, mama dan papa menyuruh Lala untuk masuk kedalam rumah. Suhu diluar sana sudah sangat dingin, kami takut penyakit asma Lala kambuh. Aku ingat 3 hari lalu Lala tersengal nafasnya seakan begitu susah mendapatkan oksigen yang berkeliaran di udara. Dan bodohnya, Lala ditemukan di pinggir kolam saat gerimis sedikit, ditanya mengapa Lala bisa ditepi kolam saat absurd begini. "Aku hanya ingin berenang dengan ikan". Sungguh, aku rasa Lala stress berat.

***

Aku bingung dengan mama, papa dan juga anak itu. Mereka sangat senang berpura-pura peduli terhadapku. Ah apa urusannya?, mereka selalu memasang muka nanar dan mata kasihan saat melihatku. Kupikir ini semua karena reaksi berlebihan anak itu kepadaku! Mereka meracuni pikiran semua orang dengan berkata "Lala kasihan" "Lala butuh perhatian" "Lala mungkin stress berat" ingin kusubal mulutnya dengan sapu tangan ingusku. Aku muak melihatnya, aku ingin cepat-cepat pergi benar-benar pergi jauh. Cepatlah..

***

Aku gelagapan! Sesaat setelah kutinggal Lala 30 menit, aku kembali dan mendapatinya sudah tidak bernyawa! Demi Tuhan aku tidak mengetahui apa yang sebenarnya telah terjadi. Terakhir kai dia mengusirku karena dia benci melihatku sok kasihan terhadapnya, aku pun lari menjauh. Mengusap bulir air mata yang sekian tadi mengucur tak henti. Setelah 30 menit jiwaku tenang, aku berniat menengoknya kembali. Aku khawatir akan keadaannya, karena hujan belum kunjung reda. Ku lihat wajah sendu Lala, tanpa ekspresi begitu pucat. Aku belai keningnya, dingin. Aku genggam tangannya, seandainya kau tahu Lala aku sangat mengkhawatirkanmu. Dan, seakan tertimpa benda berat, kepalaku tiba-tiba kehilangan separuh isinya. Aku jatuh terjerembab, ya Tuhan, nadinya tidak berdenyut!

***

Aku benci dia! Dengan seenak mulutnya sendiri dia bilang aku mati karena kedinginan! Sudahlah Dian kamu terlalu bodoh untuk menyimpulkan sesuatu. Siapa bilang aku mati? Aku hanya ingin berkunjung sebentar ke dunia masa laluku, disaat belum ada kamu dalam keluargaku, dimana aku temukan kebahagiaan sejati. Sungguh, jangan kalian menyalahkan dingin sebagai penyebab kepergianku. Penyebabnya gadis itu! Dan bubuk racun tikus.

***

Sungguh aku sangat merasakan luka yang cukup dalam. Belum genap 1 tahun kegembiraanku dalam keluarga yang utuh ini, Lala sudah pergi meninggalkanku. Aku menyesal, aku sangat merasa bersalah. Jika waktu itu bisa ku tahan sakit hatiku, aku pasti ada disamping Lala. Dan aku akan terus memaksanya untuk masuk ke rumah sebelum asma mengancam jiwa nya lagi. Mungkin beribu ayat Qur'an kuhaturkan sebagai pengiring Lala menuju surganya, tak cukup mengobati luka lebar ku.

***

Ya Tuhan disini gelap sekali. Tak ada yang bisa kurasakan, kecuali alunan merdu Dian membaca ayat Qur'an. Sesekali dia menyela dengan sesenggukan sambil menyerukan namaku. Apakah dia rindu padaku? Ya Tuhan aku sedih mendengar suara parau nya, aku ingin melihat muka sendunya. Aku rasa, aku mulai menyukainya Tuhan.

3 hari yang lalu

Wajah ganteng Darwin tersenyum menggodaku mendekatinya. Tubuhnya yang besar seakan muat saja ditampung kolam ikan depan rumahku, dia tampak bahagia berenang bersama ikan-ikan. Aku ingin menyusulmu Win, berenang senang diantara ikan warna warni. Tapi kau tahu kan Win? Aku alergi dingin, dan air di kolam itu menyipakkan dinginnya ke kulit rentanku. Ijinkan aku hanya melihatmu Win, aku tak tahan dingin. Tapi, aku pasti menyusulmu!



CONVERSATION

0 Comments:

Posting Komentar