F Alunan Merdu yang Menggores Sendu - LIVE WELL

Alunan Merdu yang Menggores Sendu

Malam, pukul 20.00 lebih, ku ambil jaket hijau tosca kesayanganku yang sudah kekecilan di sudut almari yang berdebu, sudut yang jarang terjamah oleh jemari lentik ku. Seperti biasa, sebentar lagi aku sudah berada di kamar Bayu, tetangga cowokku yang berusia 18 tahun, jauh lebih tua 3 tahun dari usiaku. Banyak desas desus tetangga satu perumahan, membicarakan bahwa aku dan Bayu berpacaran karena sering berduaan di dalam kamarnya. Ku akui, aku memang sering meloncat dari balkon lantai 2 rumahku ke balkon kamarnya, karena memang bersebelahan. Namun, aku tidak pernah melakukan hal absurd berdua dengan Bayu! Bukan juga bertujuan mencari sumber kehangatan. Aku hanya suka, mendengar alunan piano yang dimainkan Bayu!


Seperti biasa, om Kris ayah Bayu tidak dirumah. Kata Bayu, ayahnya sedang diluar kota. Hm, terselip keraguan saat Bayu meenggerakkan bibirnya, bergetar. Pasti ada kebohongan yang sedang kau buat Bayu. Aku tau, semenjak kematian almarhum Ibu mu om Kris sering 'mengunjungi' kos-kos an di sudut perumahan sebelah kuburan, yang biasanya dihuni kupu-kupu kertas. Aku tau rumor itu Bayu, aku juga tau bahwa kau sudah mengerti. 

Kau genggam tanganku, menuruni tangga. Mungkin ini yang kesekian kalinya ku rasakan energi hangatmu mengalir dari ujung jemariku, bukan hal yang lazim bagi kita berdua. Tergeletak benda besar berwarna hitam mengkilap disudut ruang keluarga, benda yang paling bersejarah di rumahmu bagiku, pianomu. Kau persilahkan aku duduh disebelahmu layaknya permaisuri, aduh Bayu.. Aku ini hanya ABG jorok yang tak peduli fashion, mandi pun kadang sekali dalam sehari. Sampai sekarang pun aku bingung, maunya seorang Bayu anak IPS-2 SMA Harapan maunya berteman dengan sosok bernama Tata ini? ah..

Alunan pianomu mulai membaur dengan udara dalam ruangan ini, menggelitik gendang telingaku dengan halus, aku suka saat ini. Kupandang bening matamu dalam-dalam, layaknya telaga kasih didalamnya, apakah aku berlebihan? Kau tersenyum memandangi tuts demi tuts yang kau sentuh, sambil sesekali melirik wajahku yang bagaimana ekspresi nya sekarang mungkin tak ada yang bisa mendeskripsikan. Alunan "My Heart Will Go On" tampaknya mulai memberatkan kelopak mataku, sungguh jangan sihir aku! aku ingin memandangimu lebih lama lagi, sebelum aku terlelap dalam kenyamanan di bahumu.

Sinar mentari pagi ini menyeruak di sela gordyn ku, silau. aku masih butuh waktu untuk terlelap, sebentar. Apa ini? selimut! dimana aku? tiba-tiba aku telentang di kamar, tepat di sebelah boneka teddybear pemberian Bayu seminggu yang lalu. Bayu, dimana kamu?! Spontan aku berlari menuruni anak tangga yang rasanya makin licin, berlari dan melihat ibu dan ayahku sedang menyantap roti isi keju. 
"Bu, Yah, Bayu kemana?" tanya ku sedikit histeris, tidak ini bukan sikap berlebihan
"Terakhir ayah tahu tadi malam mengantarmu ke kamar, kamu ketiduran" jawab ayah kalem. Apa? tadi malam bayu menggendongku ke kamar? ya Tuhan balikkan lah waktu, aku ingin setiap detik dalam hidupku selalu berada dalam rengkuhan tubuh bayu yang melindungiku. 

"Mbak Tata, mas Bayu kuliah di Bandung mulai hari ini. Berangkat pagi-pagi sekali, ini surat dari mas Bayu dititip kan ke mbak Jum tadi malam. Katanya kalau mau dibaca setengah tahun lagi gitu mbak" jelas mbak Jum yang setiap kalimatnya makin mengiris hati. Aku pulang ke rumah dengan beban rasa pilu, dengan surat dari Bayu di jaket tosca lamaku yang kekecilan, sambil menyembunyikan bulir air mata yang rasanya makn membendung di mata.

***

6 bulan semenjak kepergian Bayu dari perumahan ini, terutama hatiku. Saat ini aku mulai tegar menjelajah malam, tanpa alunan merdu Bayu. Iya aku tau, ini saat yang kutunggu. Surat Bayu yang mulai usang berteriak memanggil namaku dari kemarin, menggoda ku untuk membukanya. Demi Bayu, tentunya aku tepat waktu. 

Buat Tata sayang,
Ta, aku tahu mungkin kata "sayang" hal yang absurd dalam surat ini, tapi lazim kan untuk kita berdua? Maaf aku merahasiakan hal ini dari dulu, karena aku sudah merasakan potensi kasih yang kau curahkan saat kita pertama kali bertemu, 1 bulan yang lalu saat aku menulis surat ini. Iya Tata, bening matamu yang menguatkan aku saat aku terpuruk atas peninggalan alm Ibuku. Kau tahu ta? disaat kau tertidur lelap di bahuku, mata sayumu itu seakan mendeskripsikan jiwamu yang haus akan perhatian seorang kekasih. Kau pernah bercerita, 15 tahun hidupmu kau habiskan hanya untuk teman dan teman. Selama 1 bulan itu aku berusaha keras mendapatkan hatimu Ta, namun mengapa keberanian tak cepat menghampiri?

Bayu, kini hanya ada kenangan dalam saraf otakku. Hanya ada kenangan tentang alunan merdu yang menggores sendu.

Wonosobo langit mendung semendung hati yang sedihnya tak dapat dibendung
08102012

CONVERSATION

2 Comments: