Kejutan dari Tuhan
Saat itu merupakan hari peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW, seperti biasa aku dan teman-teman yang tergolong usil tidak bisa hanya duduk diam, mendengarkan ceramah, makan jajan, seperti itu. Kami bukan anak nakal yang tak taat aturan, kami hanya kurang memperoleh udara segar. Oleh karena itu kami keluar dari satu sudut ke sekolah sampai sudut lain nya.
Akhirnya, sampai lah kami pada persinggahan terakhir. Yaitu sofa empuk di depan kantor. Aku dan teman-teman masih mengobrol asyik, sambil menyela sebentar dengan cekikikan tawa, seakan kami masih banyak punya tenaga untuk diforsir terus menerus. Aku hanya diam, sesekali tersenyum. Aku sudah tidak mampu berkutik dari belenggu lelah, aku bersandar dan sedikit mengharapkan seseorang untuk menopang lelahku.
Lalu kamu datang, berjalan dengan sedikit membungkuk. Entah segan melewati gerombolan cewek ribut, atau mungkin seperti itu kamu. Aku tak tahu. Aku memang tidak pernah mengetahui seluk beluk dirimu, sekedar nama saja aku ragu.
Tiba-tiba teman mu yang satu nya lagi datang membawa sebuah gitar, dengan sigap mencari sedikit ruang untuk meletakkan pantat dan menggenjreng ria sambil bernyanyi. Teman-teman ku ikut bernyanyi, dan aku masih diam. Aku masih lelah, dan jujur saat itu aku sedikit lapar. Setelah beberapa lagu dinyanyikan, kamu ambil alih. Kepiawaian mu bermain alat musik bernama gitar itu sempat memancing lirikan mataku sebentar, hanya sebentar.
Angin apa yang telah berhembus di kota Wonosobo? Aneh nya pagi itu teman-teman ku dengan semangat menyampaikan rencana pencomblangan ku dengan mu. Sosok asing yang merupakan teman seangkatan, dan baru ku lihat batang hidung nya kemarin siang. Aku gelagapan, memang saat itu aku masih nyaman dengan zona kegalauan dimana aku masih menikmati siluet bayang-bayang mantan pacarku. Memang aku butuh tempat untuk memijakkan hati, tetapi apa itu kamu? Mengapa bukan mereka yang lama ku kenal. Mengapa harus kamu? Orang asing di hidupku.
Malam hari, seperti biasa aku menunggu ada seseorang yang berbaik hati meramaikan handphone ku. Tiba-tiba saja satu pesan masuk, dari nomor tak dikenal. "Malem lagi apa ya :)" tulis seseorang misterius itu. Dan ketika ku tanya, dia menjawab "Adi". Oh Adi yang itu, pikirku.
Pendekatan kita berjalan seperti biasa, mengalir apa adanya. Esok hari nya, tepat 2 hari semenjak pertemuan singkat itu, kamu menyatakan cinta dan meminta ku untuk menjadi pacarmu yang pertama. Tentu saja aku bingung, kita masih belum mengenal satu sama lain, belum tepat untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih serius, apalagi pacaran. Entah apa benar saran teman-temanku, dan apakah benar jika aku menerimamu.
Sekarang, aku lebih percaya kepada waktu. Kemana status kita akan berlabuh.
Akhirnya, sampai lah kami pada persinggahan terakhir. Yaitu sofa empuk di depan kantor. Aku dan teman-teman masih mengobrol asyik, sambil menyela sebentar dengan cekikikan tawa, seakan kami masih banyak punya tenaga untuk diforsir terus menerus. Aku hanya diam, sesekali tersenyum. Aku sudah tidak mampu berkutik dari belenggu lelah, aku bersandar dan sedikit mengharapkan seseorang untuk menopang lelahku.
Lalu kamu datang, berjalan dengan sedikit membungkuk. Entah segan melewati gerombolan cewek ribut, atau mungkin seperti itu kamu. Aku tak tahu. Aku memang tidak pernah mengetahui seluk beluk dirimu, sekedar nama saja aku ragu.
Tiba-tiba teman mu yang satu nya lagi datang membawa sebuah gitar, dengan sigap mencari sedikit ruang untuk meletakkan pantat dan menggenjreng ria sambil bernyanyi. Teman-teman ku ikut bernyanyi, dan aku masih diam. Aku masih lelah, dan jujur saat itu aku sedikit lapar. Setelah beberapa lagu dinyanyikan, kamu ambil alih. Kepiawaian mu bermain alat musik bernama gitar itu sempat memancing lirikan mataku sebentar, hanya sebentar.
***
Malam hari, seperti biasa aku menunggu ada seseorang yang berbaik hati meramaikan handphone ku. Tiba-tiba saja satu pesan masuk, dari nomor tak dikenal. "Malem lagi apa ya :)" tulis seseorang misterius itu. Dan ketika ku tanya, dia menjawab "Adi". Oh Adi yang itu, pikirku.
Pendekatan kita berjalan seperti biasa, mengalir apa adanya. Esok hari nya, tepat 2 hari semenjak pertemuan singkat itu, kamu menyatakan cinta dan meminta ku untuk menjadi pacarmu yang pertama. Tentu saja aku bingung, kita masih belum mengenal satu sama lain, belum tepat untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih serius, apalagi pacaran. Entah apa benar saran teman-temanku, dan apakah benar jika aku menerimamu.
Sekarang, aku lebih percaya kepada waktu. Kemana status kita akan berlabuh.
0 Comments:
Posting Komentar